Koma.co.id, Makassar– Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI 2022 – 2024 telah menetapkan indikator capaian untuk Program Upaya Berhenti Merokok (UBM) yaitu 40% kabupaten/kota melaksanakan layanan UBM. Peran petugas kesehatan di Puskesmas dalam upaya pengendalian dampak bahaya rokok akan menjadi lebih optimal melalui kegiatan konseling pada layanan UBM.
Untuk memenuhi ketersediaan SDM Kesehatan yang kompeten dalam melaksanakan konseling pada layanan UBM maka Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan menggelar Pelatihan Konseling Upaya Berhenti Merokok (UBM) di Hotel Almadera, Makassar, 17 – 21 Maret 2023. Kegiatan ini diikuti oleh tenaga kesehatan pengelola program penyakit tidak menular (PTM) dari 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan menghadirkan salah satu fasilitator dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas) yaitu Muhammad Rachmat, SKM, MKes. Materi yang dibawakan yaitu Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Dampak Konsumsi Rokok.
Mengawali paparannya, Muhammad Rachmat menjelaskan hasil belajar yang diharapkan pada kegiatan ini. “Melalui materi ini, peserta diharapkan mampu melakukan KIE dampak konsumsi rokok bagi kesehatan dan sosial ekonomi,” tutur Muhammad Rachmat.
Lebih lanjut, Muhammad Rachmat mengutip definisi konseling menurut American School Counselor Association (ASCA) dan menjelaskan fungsi konselor dalam layanan UBM.
“Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien (konseli), dimana konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu klien mengatasi masalah-masalahnya,” jelas Muhammad Rachmat.
“Karena itu, seorang konselor perlu terampil bertanya dan mendengarkan keluhan klien. Bicara dengan jelas dan sederhana agar klien mengerti,” tutur Muhammad Rachmat.
“Konselor juga harus menunjukkan sikap peduli dan hormat, memuji, dan memberikan semangat pada klien, mendorong klien untuk bertanya agar klien mengerti apa yang harus dilakukan terkait dengan terapi dan upaya pencegahan, dan memberikan pertanyaan untuk menilai pemahamannya,” lanjut Muhammad Rachmat.
Selanjutnya, Muhammad Rachmat menguraikan tempat berlangsungnya KIE dampak konsumsi rokok dan media yang dapat digunakan.
“KIE dampak konsumsi rokok dapat diselenggarakan di luar gedung Fasyankes seperti: Posbindu, sekolah, tempat kerja, terminal, dll, maupun dalam gedung,” lanjut Muhammad Rachmat.
“Media yang digunakan dapat berupa buku saku, lembar balik, banner, leaflet, poster, film terkait dampak buruk rokok bagi kesehatan,” lanjut Muhammad Rachmat.
Dalam paparannya, Muhammad Rachmat juga mengutip beberapa hasil riset terkait dampak rokok. Anak dengan orang tua perokok, 5,5% berpotensi lebih tinggi mengalami stunting. Tingginya pola konsumsi rokok dalam keluarga bahkan menduduki peringkat kedua dalam daftar pengeluaran keluarga. Keberadaan 10% perokok di lingkungan anak, sudah cukup mendorong anak untuk merokok.
Muhammad Rachmat menutup pemaparannya dengan mengutip penjelasan ulama tentang hukum merokok. Terdapat setidaknya 10 dalil dari al-Qur’an dan hadis yang menunjukkan keharaman merokok.
“Tidak dibenarkan bagi seseorang untuk membenturkan atau mereduksi dalil-dalil di atas dengan alasan bahwa beberapa kiyai atau ulama atau dokter atau tenaga kesehatan juga merokok,” tutup Muhammad Rachmat yang merupakan dosen di Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM Unhas.(rls)