Koma.co.id, Makassar– Jelang Pilkada 2024 pada 27 November mendatang, hasil Pilkada Bulukumba masih belum dapat dipastikan, mengingat kekuatan pasangan calon JADIMI (Jamaluddin M. Syamsir – Tomy Satria Yulianto) dan Harapan Baru Jilid 2 (Andi Utta – Edy Manaf) terlihat seimbang di lapangan.
Berdasarkan pemetaan terkini, keduanya masih bersaing ketat untuk memperebutkan suara swing voter, yang saat ini diperkirakan idealnya sudah kurang dari 10%. Meskipun demikian, Analisa eLSTUDIKA, swing voter kemungkinan berada di kisaran 6-8% tiga pekan sebelum pencoblosan, angka yang masih sangat menentukan.
Hingga saat ini, tidak ada lembaga survei nasional bereputasi seperti LSI, JSI, POLTRAKING, atau lembaga survei kredibel lainnya yang mempublikasikan hasil survei pasca penetapan kandidat. Hal ini menambah ketidakpastian dalam memprediksi hasil akhir Pilkada Bulukumba, sehingga peran strategi kampanye di lapangan untuk menarik swing voter akan sangat menentukan hasilnya.
Salah satu hasil survei yang dijadikan rujukan sebelum penetapan kandidat menunjukkan bahwa berdasarkan simulasi pasangan, elektabilitas JMS-TSY mencapai 39%, tertinggal tipis 2% di belakang pasangan A. Utta-A. Edy Manaf yang mencapai 41%, sementara 20% responden belum menentukan pilihan. Dengan ketatnya perbedaan dukungan dan banyaknya swing voter yang tersisa, kedua pasangan memiliki peluang besar, dan strategi untuk mengoptimalkan suara swing voter ini akan menjadi kunci bagi kemenangan pada Pilkada Bulukumba.
Dalam Debat Publik Pertama yang diselenggarakan oleh KPU Bulukumba pada 3 November 2024, pasangan JADIMI tampil ofensif dengan mengangkat isu monopoli pemerintahan yang mereka nilai menghambat transformasi tata kelola daerah. Mereka juga menekankan rencana strategis di sektor pertanian, seperti pemberdayaan petani milenial dan distribusi subsidi pupuk, guna mendorong produktivitas yang berkelanjutan. Mengusung pendekatan berbasis data dan fokus pada isu-isu krusial seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi, JADIMI berusaha menarik perhatian pemilih dengan janji perubahan konkret sesuai kebutuhan lapangan.
Di sisi lain, Harapan Baru Jilid 2 lebih banyak bertahan dengan membanggakan capaian infrastruktur, seperti pembangunan 38,1 km jaringan irigasi, serta rendahnya tingkat inflasi di Bulukumba, yang mereka anggap sebagai bukti penguatan ekonomi daerah. Pendekatan mereka yang lebih defensif terfokus pada stabilitas dan keberlanjutan dari hasil pembangunan selama periode jabatan sebelumnya, dengan slogan “Dikerja bukan Dicerita.” Meskipun gaya ini memberikan kesan aman dan terukur, kurangnya inovasi kebijakan baru menjadi perhatian bagi pemilih yang mencari perubahan signifikan.
Menurut Ardiansyah R, Supervisor Riset eLSTUDIKA Indonesia, kedua pasangan menunjukkan keunggulan dalam aspek yang berbeda namun sama-sama relevan bagi pemilih Bulukumba. JADIMI menarik perhatian karena pendekatan berbasis data dan agresif, yang dinilai dapat membawa perubahan nyata pada tata kelola pemerintahan dan sektor pertanian, dinilai positif oleh banyak kalangan yang menginginkan perombakan pada aspek-aspek yang dianggap stagnan.
Sementara itu, Harapan Baru Jilid 2 memperlihatkan keunggulan pada stabilitas dan kesinambungan pembangunan, khususnya di infrastruktur irigasi dan pengendalian inflasi. Meski lebih defensif, strategi ini cukup efektif untuk mempertahankan dukungan dari pemilih yang menghargai capaian konkret.
Ardiansyah juga menilai bahwa pasangan JADIMI memiliki potensi lebih besar untuk memenangkan Pilkada Bulukumba, karena mereka mengusung jargon religius yang dapat menarik perhatian swing voter.
“Saya kira ini yang akan memikat hati swing voters, terutama di kalangan pemilih yang menginginkan perubahan dalam pemerintahan yang lebih berbasis nilai-nilai religius dan kemajuan sosial,” ujarnya. Jargon religius yang diusung JADIMI dinilai relevan dengan kultur masyarakat Bulukumba yang sangat memperhatikan faktor agama dalam menentukan pilihan politik.(cpy)