Koma.co.id, Makassar– Sekolah Kebangsaan 3.0 melalui program tular nalar-Mafindo, kembali hadir di Maros. Kegiatan ini menyasar mahasiswa Universitas Muslim Maros (Umma).
Kegiatan yang dilaksanakan Komunitas Jurnalis Sulsel (KJS) itu digelar di Aula Kantor Bupati Maros, Senin, 4 November 2024. Sekolah Kebangsaan ini mendapat apresiasi Pemkab Maros, pejabat kampus, dan para peserta.
“Kegiatan kali ini sangat seru, saya mendapat ilmu baru tentang pemilihan pemimpin dan cara mengatasi hoaks,” ujar Indriani, mahasiswi Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Umma.
Materi yang didapatkannya memberi dan menambah wawasannya tentang pemilu, pilkada, dan demokrasi. Termasuk cara memilah informasi benar dan palsu alias hoaks. “Selain itu, saya juga mengenal orang-orang baru,” sambungnya.
Hal senada disampaikan Isra, mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Umma.
“Saya senang dengan kegiatan ini karena banyak teman-teman orang yang baru yang saya kenal. Saya juga jadi tahu tentang aturan memfitnah,” kata Isra.
Peserta lainnya, Kuslianti, mahasiswi Prodi Manajemen, FEB Umma. Dia sangat antusias mengikuti kegiatan ini karena membuka wawasannya, termasuk mendapatkan pengetahuan tentang cara memilah informasi hoaks.
“Pelatihan ini mengajarkan kemampuan pada seseorang untuk lebih paham terhadap bentuk hooks pada pemilu atau pilkada,” beber Kusi, panggilan akrab Kuslianti.
Prayitno, Kadis Kominfo Maros mengatakan hoaks memang sangat berbahaya. Masyarakat mudah terpancing dan gampang diadu domba lantaran penyebaran informasi sesat alias hoaks. Menurutnya, membangun kesadaran tentang informasi yang baik dan sehat harus terus diperjuangkan.
“Sebenarnya ada istilah lama, bahkan ada dalam lagi kebangsaan. Yang harus dibangun dahulu adalah jiwa dan nalarnya,” kata Prayitno yang datang memberi sambutan mewakili Pemkab Maros.
Dengan makin masifnya hoaks, semua pihak mesti mewaspadai isu yang beredar di masyarakat. Tanpa kemampuan memilah informasi, seseorang akan sangat mudah menjadi sasaran hoaks.
Karenanya, pelatihan yang digelar KJS dalam bentuk Sekolah Kebangsaan 3.0 Tular Nalar – Mafindo ini merupakan bagian untuk menguatkan fondasi, khususnya kalangan muda alias Generasi Z. “Individu harus punya kemampuan menyaring informasi hoaks,” urainya.
Prayitno bahkan mengutip ayat dalam Al-Qur’an. Di dalam QS Baqarah: 191 disebutkan, fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Karenanya, hoaks yang sama saja dengan fitnah, termasuk dalam kategori dosa besar.
“Penyebar hoaks berdosa kepada korban, diri sendiri, dan Tuhan,” jelas Prayitno.
Begitu banyaknya hoaks, Diskominfo bahkan setiap hari merilis informasi hoaks. Langkah itu itu dilakukan untuk membendung penyebarannya yang begitu kencang di media sosial. Apalagi, salah satu ciri hoaks, biasanya menggunakan kalimat bombastis, misalnya “sebarkan” dan “viralkan”.
Jenis hoaks lainnya, kadang penyebar memunculkan kembali berita lama yang sudah tidak sesuai dengan konteks saat ini. Makanya, semua pihak harus mendorong dan menguatkan Masyarakat agar lebih kebal terhadap hoaks.
“Saya berharap, para peserta bisa lebih memahami pemilu dan hoaks politik. Hoaks politik sering menjadi sarana yang memengaruhi opini publik,” imbuh Prayitno.
Dr. Ince Nasrullah, Spd. M.Hum, Ketua Program Studi Bahasa Indonesia Pascasarjana Umma mengatakan kegiatan ini sangat positif untuk menambah khazanah dan wawasan mahasiswa. “Saya kira banyak yang bisa dikerjasamakan ke depan,” katanya.
PIC KJS Sulsel Humaerah mengatakan kegiatan ini dilaksanakan dengan menyasar mahasiswa baru dan semester rendah. Alasannya, mereka merupakan Gen Z yang sangat potensial menjadi sasaran penyebaran hoaks.
Seratusan mahasiswa yang didominasi mahasiswi, ikut ambil bagian dalam kegiatan ini. Mereka diharapkan menjadi lokomotif yang membantu masyarakat dalam memfilter dan cara mengindentifikasi hoaks.(rls)