Koma.co.id, Makassar– Sengketa lahan di kawasan Metro Tanjung Bunga kembali mencuat. Dua perusahaan besar di Makassar, PT Hadji Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD), kini disebut tengah berselisih terkait penguasaan lahan seluas 164.151 meter persegi yang berada tepat di depan Trans Studio Mall Makassar.
Menjawab berbagai pemberitaan dan pertanyaan publik, PT Hadji Kalla melalui kuasa hukumnya, Azis T., S.H., M.H, menyampaikan klarifikasi resmi bahwa aktivitas perusahaan di lokasi tersebut merupakan bagian dari proses pematangan lahan dan pemagaran, sebagai tahap awal proyek pembangunan properti terintegrasi.
“Lahan tersebut memiliki alas hak resmi yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar pada 8 Juli 1996. Dokumen ini merupakan bukti sah kepemilikan atas tanah dengan kekuatan hukum penuh,” jelas Azis dalam keterangan pers di Wisma Kalla pada Kamis, 30 Oktober 2025
PT Hadji Kalla juga menyebut kepemilikan lahan itu berdasarkan empat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)—nomor 695, 696, 697, dan 698 atas nama perusahaan—dengan total luas 134.925 m², serta tambahan Akta Pengalihan Hak Atas Tanah seluas 29.199 m², sehingga total keseluruhan mencapai 164.151 m².

Menurut pihak Hadji Kalla, penguasaan lahan telah berlangsung sejak tahun 1993, setelah proses jual beli sah dengan sejumlah pemilik sebelumnya. Lahan tersebut kemudian diperpanjang hak gunanya oleh BPN pada tahun 2016, dan berlaku hingga 24 September 2036.
Namun, perusahaan mengaku mengalami gangguan fisik saat melakukan aktivitas di lapangan pada 27 September 2025, yang diduga melibatkan pihak terkait PT GMTD Tbk (afiliasi Grup Lippo). Menurut Azis, gangguan itu muncul setelah adanya permohonan eksekusi yang diajukan oleh kuasa hukum PT GMTD pada 13 Agustus 2025, berdasarkan perkara perdata Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Mks.
“Permohonan eksekusi tersebut mengacu pada putusan lama yang melibatkan pihak lain, bukan PT Hadji Kalla. Klien kami bukan pihak dalam perkara itu dan tidak terikat secara hukum terhadap putusan tersebut,” tegas Azis.
Dalam keterangan tertulisnya, pihak Hadji Kalla menilai langkah eksekusi tersebut berpotensi melanggar prinsip hukum dan hak pihak ketiga, karena perusahaan tidak termasuk dalam amar putusan perkara. “Eksekusi terhadap pihak yang tidak menjadi subjek perkara bertentangan dengan asas due process of law dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945,” lanjutnya.
Sebagai bentuk upaya hukum, PT Hadji Kalla telah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk membatalkan atau menunda pelaksanaan eksekusi hingga ada kejelasan hukum atas status lahan tersebut.(rdk)





